-BENAK REKTOR-

ISTIQLAL DAN EPISENTRUM SAINS ISLAM DUNIA

Dipublish Tanggal 24 April 2025 Pukul 01:14 Prof. Dr. Husain Insawan, M.Ag - Rektor IAIN Kendari


Istiqlal berarti “kemerdekaan” atau “kebebasan”. Jadi Istiqlal bermakna memerdekakan dan membebaskan diri dari segala sesuatu yang mendera dan mengungkung manusia. Akibat dari kemerdekaan itu akan muncul sesuatu yang menonjol dan membanggakan sebagai tumpuan harapan tentang masa depan. Oleh karena itu, Istiqlal hadir tidak hanya dalam bentuk fisiknya sebagai bangunan masjid negara yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia, tetapi lebih dari itu akan menjadi titik sentral dibangunnya peradaban sains Islam yang tak terelakkan. Paling tidak, bermula dari Festival Istiqlal 2024 tabuhan gendang Istiqlal sebagai ikon dunia sudah mulai menggaung dan terdengar sejagat raya yang mengampanyekan pelestarian lingkungan dan moderasi beragama. Kini tabuhan gendang Istiqlal itu kembali menggema lagi dengan mulai dibangunnya Pondok Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia (PP-III) di tengah hamparan lahan nan luas pada Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) 22 April 2025 yang dirangkaikan dengan peringatan Hari Bumi ke-55.

Menteri Agama menyadari betul bahwa Indonesia harus menjadi episentrum sains Islam dunia. Langkah ini tidak sekonyong-konyong, tetapi berkat pengalaman muhibah akademik-diplomatik ke luar negeri terutama di Timur Tengah, lalu membandingkan dengan Indonesia, beliau melihat ada peluang yang sangat besar bagi Indonesia untuk membangun puing peradaban dan mengembangkan sains Islam sehingga Indonesia menjadi titik lokus peradaban Islam yang mengglobal. Ditambah lagi dengan banchmark beliau mendampingi Presiden Prabowo dalam lawatannya ke Timur Tengah belum lama ini yang mengunjungi Yordania, Mesir, Uni Emirat Arab, dan negara Timur Tengah lainnya semakin meyakinkan bahwa Indonesia akan menjadi pusat peradaban Islam dunia. Gayung bersambut dengan para pemimpin negara di Timur Tengah yang menaruh harapan besar kepada Indonesia agar segera berperan menjadi pusat sains Islam dunia. Tidak cuma Timur Tengah, tetapi juga negara muslim dan komunitas muslim yang berada di Eropa, Amerika, Asia Pasifik dan Australia pun berharap demikian. Dengan titipan harapan besar ini, maka ke depan Indonesia tidak lagi belajar ke Timur Tengah yang dikenal sebagai pusat peradaban Islam tapi justru diharapkan sebaliknya, Timur Tengah harus belajar ke Indonesia. Kalau dulu kaum cerdik cendekia menerjemahkan kitab bertuliskan bahasa Arab dari Timur Tengah ke dalam bahasa Indonesia, tapi sekarang mereka harus menerjemahkan buku bertuliskan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab dan bahasa Internasional lainnya. Hal inilah yang menjadi salah satu urgensi mengapa kemudian Istiqlal harus berdiri lengkap dengan pesantrennya, serta UIII harus ditunjang pula dengan madrasah hingga program Sarjana (S1) dan tidak cuma Pascasarjana (S2-S3) saja, dalam satu kawasan yang sama dengan mendatangkan atau hadirnya para pelajar dan mahasiswa yang berasal dari luar negeri untuk belajar di sana. Langkah ini sekaligus membumikan konsep Ekoteologi Menag Nasarudin yang tidak hanya muncul pada tataran konsep belaka, tetapi sudah terwujud secara nyata. Pada akhirnya terlahir dan terkonstruksi sebuah ekosistem Ekoteologi melembaga secara paripurna yang disambang-tempati oleh para pencinta ilmu dari seluruh dunia. 

Sejatinya, pada konteks kecendekiaan, Istiqlal sebagai pilar memiliki jangkauan makna filosofis yang luas, yakni: Pertama, Istiqlal memerdekakan pikiran dunia bahwa sains Islam tidak semata-mata dapat dipelajari di Timur Tengah, tetapi sudah berbalik arah menuju Indonesia. Dunia harus mengakui kajian Islam di Indonesia sudah semakin maju dan berkembang pesat. Didukung dengan kecendekiawanan manusia Indonesia serta jumlah perguruan tinggi keagamaan Islam, madrasah dan pondok pesantren terbanyak  semakin meyakinkan dunia bahwa Indonesialah yang paling tepat menjadi obor keilmuan Islam di dunia.

Kedua, Istiqlal dapat membebaskan UIII dari ketergantungan pada pemerintah seperti yang selama ini terjadi karena dengan ekosistem pendidikan yang didesain Menag Nasarudin, maka UIII akan memiliki madrasah ibtidayah, tsanawiyah, aliyah, dan program sarjana dengan terlebih dahulu merevisi Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2016 yang dapat membuat UIII semakin mandiri dari sisi penganggaran. Apalagi bila UIII bertransformasi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) atau ke depan menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) dan potensi ini sangat memungkinkan.

Ketiga, Istiqlal memerdekakan sistem teologi yang bekerja dan dipahami selama ini bahwa Alquran sangat maskulin, sementara pada sisi lain sifat Tuhan lebih dominan feminin dan akibat dari pemahaman teologi maskulin ini, pada kondisi tertentu bumi tereksploitasi secara serampangan tanpa dilaksanakan sistem recovery-nya yang berdampak pada kerusakan alam.

Keempat, Istiqlal memerdekakan pemikiran bahwa diperlukan keberlanjutan dan pengembangan Trilogi Jilid 1 tentang Kerukunan Umat Beragama (KUB) menjadi Trilogi Jilid 2 yang didengungkan Menag Nasaruddin yakni: 1) Kerukunan manusia dengan sesama manusia, 2) Kerukunan manusia dengan alam semesta, dan 3) Kerukunan manusia sekaligus dengan alam semesta dan Tuhannya.

Kelima, Istiqlal membebaskan platform teknologi informasi yang digunakan cendekiawan muslim dengan merancang dan memanfaatkan artificial inteligence Islam seperti  ChatGPT Islam yang dibutuhkan sebagai bank pengetahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan Islam, mengingat AI dalam bentuk ChatGPT yang dikelola selama ini seringkali terjadi perbedaan informasi dengan Depseek atau platform lainnya.

Keenam, istiqlal juga memberikan kebebasan kepada manusia untuk melakukan zikir alam (kauniyah) dengan cara menanam pohon atau tumbuhan lain yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Mengapa tumbuhan?karena tumbuhan yang ditanam sejatinya melakukan zikir sebagai wujud kepatuhannya kepada Tuhan Maha Pencita dan Penguasa alam semesta. Tumbuhan meski tidak terdeteksi secara kasat mata oleh manusia namun selalu berzikir kepada Tuhan dengan bahasanya sendiri. Jadi semakin banyak manusia menanam pohon maka semakin banyak pula pohon yang berzikir-alam kepada Tuhan dan manusia yang menanam pohon akan memanen pahala jariahnya secar berkelanjutan.

Ketujuh, Istiqlal memerdekakan anatomi tubuh manusia dengan memaksimalkan fungsi organ penciuman manusia melalui wakaf oksigen yang disediakan oleh ekosistem Ekoteologi PP-III dan UIII.
Wallahualam a’lam bi al-shawab.(*)

Lainnya