Di tengah maraknya sengkarut kehidupan berbangsa dan bernegara, sebutlah di antaranya demo massal yang dilakukan aliansi BEM-SI dan mahasiswa se- Indonesia yang dipicu oleh kenaikan tunjangan anggota DPR-RI plus ulah anggota DPR-RI yang berjoget-joget ria dan membuat statemen yang menyayat hati mahasiswa dan masyarakat, kemudian bersamaan dengan itu terlindasnya Affan Kurniawan pengemudi Ojek Online (Ojol) hingga tewas oleh oknum anggota Polri yang membuat semakin mendidih perasaan dan pikiran mahasiswa bersama masyarakat untuk bergabung menggugat Lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Kepolisian di mana-mana. Walhasil banyak gedung dan fasilitas lain dari lembaga tersebut yang dibumihanguskan. Belum lagi masalah pajak daerah yang dinaikan oleh Bupati dan Walikota yang mengerutkan dahi, membuat semakin menyulut kemarahan masyarakat dan mahasiswa untuk turun ke jalan menyuarakan keadilan dan keprihatinan terhadap kondisi sosial, ekonomi, pendidikan, dan hukum di bangsa ini.
Mencermati situasi dan kondisi seperti ini, maka semestinya Forum Rektor Peguruan Tinggi Keagamaan Negeri (FR-PTKN) berada di bawah naungan Kemenag RI serta sebagai lembaga tempat berhimpunnya pimpinan kampus yang terdiri dari para akademisi dan cendekiawan mesti menyikapi secara bijak dan menemukan solusi atas berbagai masalah bangsa yang dihadapi tersebut. Saatnya kini “merevitalisasi” ibu suri yang “nyaris mati suri” bernama FR-PTKN yang terninabobokan dengan rutinitas akademik kampus selama ini.
FR-PTKN tidak hanya terkesan sebagai alat bergaining position individual semata, tetapi harus menjadi instrumen yang menyampaikan “suara” kampus secara institusional ke hadapan negara, sehingga eksistensinya menjadi sangat diperhitungkan karena peka terhadap masalah-masalah yang dialami masyarakat bangsa dan negara hari ini.
Meskipun, FR-PTKN tidak boleh dipojokkan sedemikian ekstrem karena kurang banyak peran yang diambil dalam memberikan kontribusi bagi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun dimaklumi bahwa banyak faktor yang mempengaruhi, khususnya persoalan anggaran perjalanan yang mengalami efisiensi, sehingga berimplikasi pada kurangnya frekuensi pertemuan para anggota FR-PTKN, apalagi berharap untuk membahas berbagai agenda penting bangsa, tentu jauh panggang dari api.
Bahwa kiprah FR-PTKN sebagai salah satu elemen bangsa sangat dinantikan untuk mengusung agenda-agenda penting dalam tatanan berbangsa dan bernegara, terutama mengisi dan menyemarakkan kegiatan-kegiatan intelektualitas dan keagamaan agar tidak menjadi pintu masuk bagi “kekuatan” lain yang mencoba untuk dieksploitasi secara apik guna menyulut kemarahan massa. Ruang tersebut harus diberdayakan dengan sebaik-baiknya oleh para akademisi kampus, sehingga ruang gerak “provokator” segera tertutup rapat. Maka itu, FR-PTKN harus menjaga area ini secara ketat, sehingga tidak berdampak besar bagi kehidupan sosial masyarakat. Bahkan pada tingkat tertentu mampu meredam gejolak sosial yang bakal timbul di masa datang.
Dalam waktu dekat sebaiknya FR-PTKN mengkaji dan memantau, kalau perlu mengawal tuntutan mahasiswa sesuai batas kewenangan yang dimiliki, terutama tuntutan mahasiswa 17+8 yang ditujukan kepada Presiden, DPR, Ketua Partai, Polri, TNI, dan Menteri Sektor Ekonomi.
Dikutip dari rilisan Metronews pada (4/9/25) bahwa tuntutan itu merupakan hasil rumusan dari berbagai sumber, kemudian disarikan dan dibagi ke dalam 2 bagian. Tuntutan tersebut diformulasikan bersifat short time dalam jangka seminggu dengan deadline per 5 September 2025 dan long time yang berdeadline per 31 Agustus 2026. Isi tuntutan short time tersebut diharapkan:
A. Presiden:
B. DPR:
C. Ketum Parpol:
D. Polri:
E. TNI:
F. Menteri Sektor Ekonomi:
Sedangkan tuntutan long time terdapat 8 butir tuntutan yang harus dipenuhi dalam kurun waktu 1 Tahun dengan deadline per 31 Agustus 2026. Tuntutan tersebut berisi:
Tuntutan mahasiswa 17+8 inilah yang harus menjadi konsern kajian dari FR-PTKN untuk menawarkan alternatif pandangan agar lembaga ini dinilai memiliki kepekaan terhadap agenda rakyat dan menjadi jembatan bagi pemerintah untuk menemukan solusi atas masalah sosial dan bangsa, sehingga FR-PTKN benar-benar berubah menjadi “ibu suri” yang perannya sangat “vital” di mata rakyat dan negara.(*)