Alam dunia modern sekarang ini, integritas menjadi barang langka yang sangat mahal dan sulit ditemukan. Terlebih lagi di kalangan pejabat negara. Ketika sebagian pejabat negara yang telah bergelimang harta dan fasilitas, tetapi masih juga belum merasa puas dengan apa yang dimiliki. Korupsi terus dilakukan di setiap kesempatan. Kita bisa menyaksikannya sendiri, baik di media sosial maupun di media elektronik. Pemberitaan perkara korupsi ramai diulas di berbagai media. Seolah tidak ada habisnya. Namun demikian, tidak untuk pejabat negara yang satu ini. Beliau hidup sewajarnya serta bersuara lantang bila mensinyalir adanya praktik-praktik korup atau permufakatan jahat yang terjadi, terutama di area “kekuasaannya” dan tidak segan-segan untuk menindak siapapun yang berada di bawah naungannya, jika terbukti bersalah. Beliau adalah Prof. Nasaruddin Umar yang saat ini duduk di jajaran Kabinet Prabowo-Gibran sebagai Menteri Agama Republik Indonesia. Prof. Nasar dikenal sangat antikorupsi. Hal itu terlihat melalui tindakan dan pernyataan beliau pada berbagai kesempatan dan realitas kehidupannya. Tidak main-main langkah yang ditunjukkan dan komentar yang dilontarkan untuk menyadarkan pelaku-pelaku korupsi tersebut. Tentu kesemuanya itu menggambarkan bahwa Prof. Nasar mempunyai komitmen yang tinggi terhadap antikorupsi. Realitas bahwa Prof. Nasar memiliki komitmen antikorupsi, bukan isapan jempol belaka, namun beliau benar-benar mempraktikkannya dengan tulus dalam kehidupan sosial yang Ia lakoni. Komitmen yang Ia tunjukan di antaranya: Ia melaporkan gratifikasi yang menimpa dirinya ke KPK. Seperti diketahui bahwa pada 26 November 2024, Menag melalui Tenaga Ahli menyerahkan barang gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Barang berupa bukhur dan wewangian khas Timur Tengah yang harganya cukup mahal itu langsung diterima oleh Satgas Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK.
“Sebagai Menteri Agama yang baru menjabat, beliau ingin memberikan teladan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih,” jelas Tenaga Ahli Menag, Muhammad Ainul Yakin.
Langkah ini diapresiasi KPK sebagai bentuk nyata transparansi dan komitmen good governance yang dilakukan pemerintah. “Terima kasih, kami sangat mengapresiasi Pak Menteri yang telah melaporkan gratifikasi ini. Hal ini menunjukkan komitmen beliau terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih,” ujar Kepala Satgas Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Indira Malik.
Selanjutnya pada agenda rutin Kemenag RI yang sangat penting, misalnya penyelenggaraan haji, Prof. Nasar menggandeng KPK dalam Penyelenggaraan Haji 2025. Hal ini terlihat secara nyata sejak 23 Januari 2025, di mana Menag selalu proaktif mengundang KPK untuk mendampingi dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji. Isu krusial seperti transparansi nomor urut jamaah, prosedur pergantian peserta, hingga pengadaan layanan di Arab Saudi dibahas secara terbuka bersama-sama dengan KPK, sehingga Wakil Ketua KPK, Agus Joko Pramono, menyebut bahwa langkah ini sebagai bentuk prudensialitas yang patut diteladani oleh penyelenggara negara yang lain. Pendampingan sejak awal diharapkan dapat meminimalisasi potensi penyimpangan dan raibnya uang negara.
"KPK mendukung prudensialiti yang dilakukan oleh Menteri Agama dan jajarannya, serta seluruh jajaran pemerintahan yang hadir pada saat ini. Dan kita akan bersama-sama memonitor proses penyelenggaraan ibadah haji di tahun 2025," kata Agus.
Komitmen lain yang ditunjukkan Prof. Nasar adalah menolak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Langkah ini diperlihatkan melalui himbauan yang diberikan jelang lebaran 2025, di mana Prof. Nasar kembali menegaskan sikapnya yang berintegritas penuh. Ia mengimbau seluruh pejabat untuk tidak menggunakan mobil dinas atau fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. "Saya mengimbau kepada pejabat Kemenag RI agar tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Kalau pulang kampung, disilakan tetapi jangan menggunakan kendaraan dinas, cukup gunakan kendaraan pribadi saja," ucapnya, Rabu (12/3/2025). Prof. Nasar juga menjelaskan bahwa sejak awal menjadi pejabat negara, dirinya telah menyatakan tidak akan menggunakan fasilitas negara untuk keperluan pribadi seperti mobil dinas dan rumah dinas. “Selama 12 tahun menjadi pejabat di Kementerian Agama, termasuk sebagai Dirjen dan Wamen, saya selalu berhati-hati dalam menggunakan fasilitas negara, seperti tidak menggunakan mobil dinas untuk keperluan pribadi, termasuk membawa keluarga atau saudara," ujarnya. “Bahkan, saya memilih tidak tinggal di rumah dinas, karena khawatir tamu-tamu pribadi saya menggunakan fasilitas negara seperti listrik dan air,” lanjut Menag. Sikap ini menunjukkan keteguhan beliau dalam menarik garis demarkasi yang tegas antara urusan negara dan urusan pribadi. Keduanya mesti dipisahkan, tanpa dikaburkan maknanya. Pola hidup seperti ini mengingatkan kita pada Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang jauh dari gemerlap harta dan fasilitas.
Komitmen berikutnya adalah menjadikan antikorupsi sebagai teladan spiritual. Prof. Nasar tidak hanya taat asas dan regulasi, akan tetapi beliau juga menggiring isu antikorupsi ke dalam area agama. Ia menegaskan bahwa harta haram bisa mencederai keberkahan hidup dan ibadah. Beliau mengatakan bahwa “Apa gunanya kekayaan yang diperoleh lewat korupsi, jika keluarga kita bermasalah akibat mengkonsumsi uang haram. Itu seperti neraka sebelum waktunya. Sebaliknya, walau hidup kita sederhana, tapi jika dijalani dengan keberkahan, berbuka bersama, sholat berjamaah, dan hidup dalam ketenangan, itu seperti surga sebelum waktunya," ujar Menag, Rabu (12/3/2025). Ungkapan ini memperlihatkan bahwa pendekatan moral dan spiritual dalam membangun budaya antikorupsi, baik secara personal maupun institusional menjadi sangat krusial adanya.
Dalam kesempatan lain, Prof. Nasar selalu menegaskan bahwa KPK bukanlah momok, tapi sebagai mitra. Di saat pejabat lain memandang KPK sebagai ancaman, bahkan minta untuk dibubarkan. Namun berbeda dengan Prof. Nasar yang menilai bahwa KPK itu seperti vitamin kehidupan yang mengingatkan agar setiap pejabat tetap berada pada koridor yang benar (on the track). "KPK sesungguhnya bertindak untuk mencegah orang dari perbuatan korupsi yang bisa menjerumuskannya ke dalam dosa. Jangan anggap KPK sebagai sesuatu yang menakutkan, justru anggaplah sebagai vitamin kehidupan yang mendorong kita untuk hidup lebih baik dan bermakna," pungkasnya, Rabu (12/3/2025).
Dari berbagai realitas yang ditampilkan di atas, maka dapat dipahami bahwa Prof. Nasar sangat antikorupsi tulen dan tidak berpikir lagi harus mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk memuaskan kebutuhan jasmaniahnya. Harta dan gaji yang beliau dapatkan, dimanfaatkan untuk umat dengan membiayai operasional madrasah dan pondok pesantren yang beliau bangun. Dengan kata lain bahwa Prof. Nasar “sudah selesai dengan dirinya”(*)