Bertepatan dengan momentum Hari Ulang Tahun Kemerdekaaan Republik Indonesia ke-80, Menteri Agama Prof. Nasaruddin Umar telah meluncurkan gerakan wakaf bagi masyarakat Indonesia terutama entitas keluarga besar kementerian agama. Relevan dengan peluncuran program wakaf ini, sebelumnya sudah mendapatkan dukungan penuh dari Presiden Prabowo ketika Menteri Agama Prof. Nasarudin Umar mengulik keberadaan wakaf sebagai sumber keuangan umat di hadapan Presiden.
Wakaf uang dalam hal ini, sejatinya bisa berjalan secara beriringan dengan lembaga penghimpun anggaran negara lainnya seperti Danantara. Wakaf ini menjadi semacam Pusat Dana Umat yang akan ditargetkan mampu mengumpulkan dana sebanyak 500 Trilyun per tahun. Meskipun masih terjadi problem kecil di mana masyarakat Indonesia masih memandang wakaf sebagai sesuatu yang belum terlalu populer. Berbeda dengan Turki di Eropa, Iran, Arab Saudi, Yordan di Timur Tengah, dan beberapa negara muslim lainnya di Asia yang lebih mendorong wakaf ketimbang zakat karena dalam perspektif mereka bahwa zakat itu sudah jelas takaran nisab dan haulnya, sedangkan wakaf bisa tak terbatas, sangat tergantung pada wakifnya. Maka itu wakaf bisa menjadi dana abadi (endowment fund) bagi negara.
Wakaf uang yang ditunaikan secara ikhlas mampu mensupport negara dalam membiayai berbagai sektor, tidak hanya yang berkaitan dengan kebutuhan umat di bidang pendidikan, tetapi juga bisa membiayai pembangunan fasilitas publik di masa datang. Beasiswa pendidikan bagi para peserta didik misalnya, diharapkan tidak hanya muncul dari Lembaga Penjamin Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan atau (Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) nantinya, akan tetapi bisa bersumber dari wakaf uang tersebut. Semangat publik untuk menuntut ilmu dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi masih sangat dominan, namun tidak ditunjang dengan biaya yang memadai. Karena itu salah satu sumber pendanaan yang bisa diharapkan adalah melalui wakaf uang.
Gerakan wakaf uang ini bisa mendapatkan timingnya yang tepat dan strategis karena didukung oleh entitas Kementerian Agama yang jumlahnya sangat besar. Bila Harvard University memiliki dana abadi (endowment fund) pendidikan sebesar 50,9 Miliar Dolar, atau The University of Texas at Austin mengantongi $42,3 Miliar Dolar, kemudian Yale University $41,4 Miliar Dolar, Stanford University $36,3 Miliar Dolar, dan Princeton University mempunyai $35,8 Miliar Dolar, maka Direktorat Pendidikan Islam melalui Badan Wakaf Indonesia (BWI) harus mampu merengkuh dana 1 Trilyun per tahun. Target ini tidak terlalu muluk dan diyakini akan bisa tercapai, seperti yang diungkapkan Ketua BWI Pusat Prof. Kamaruddin Amin yang juga sekaligus menjadi Sekjen Kemenag RI meyakini bahwa target tersebut bisa dicapai, bila seluruh entitas kementerian agama bisa berwakaf secara konsisten.
Demikian pula dengan pembiayaan pembangunan sarana prasarana publik pun bisa diambilkan dari wakaf tersebut. Oleh karena itu, gagasan cerdas dari Menag dan Ketua BWI patut diapresiasi dengan baik karena tidak hanya memikirkan kepentingan Kementerian Agama semata, tetapi juga sudah memikirkan nasib bangsa ini ke depan. Keduanya merupakan sosok profesionalis-negarawan dan negarawan yang profesional.(*)