-BENAK REKTOR-

KUA2 WUJUD INKLUSIVITAS BERAGAMA

Dipublish Tanggal 27 July 2024 Pukul 06:56 Prof. Dr. Husain Insawan, M.Ag - Rektor IAIN Kendari

Mencuatnya wacana ke publik bahwa eksistensi Kantor Urusan Agama (KUA) adalah untuk menyelesaikan urusan semua agama murni gagasan Gusmen yang mesti diapresiasi. Yang namanya gagasan selalu dimaknai beragam, ada beberapa yang tidak setuju, namun banyak pula yang sangat setuju. Hal tersebut dipandang wajar-wajar saja.

Gusmen itu laiknya seorang filosof yang selalu menguji nalar akademik publik. Sejauhmana wawasan publik untuk mencerna atas konsep yang digelindingkan. Ketika Gusmen menyampaikan sebuah statemen, kita jangan terlalu terburu-buru untuk menjustifikasi bahwa konsep yang disampaikan itu keliru, kecuali kalau memang awalnya sudah didasari dengan negative thinking. Namun bagi mereka yang berpikiran positif mampu menelisik lebih dalam mengenai makna yang terkandung dalam konsep Gusmen, barulah orang akan memahami bahwa ternyata konsep yang disampaikan adalah "sesuatu" bangat, seperti halnya konsep KUA yang disampaikan di atas. Urusan keagamaan yang berkenaan dengan agama lain mesti terwadahi dengan baik, maka itulah kenapa KUA harus direposisi. 

Gagasan Gusmen pada prinsipnya menguatkan Pancasila dan sekaligus merawat ke-indonesiaan kita karena kita sebagai bangsa Indonesia tentu bersepakat bahwa kita tidak sedang mempertajam perbedaan, tetapi selalu mencari sisi-sisi kesamaan dan kesetaraan dengan pemilik agama dan keyakinan lain, terutama dalam pengambilan kebijakan dan perlakuan sosial.

KUA yang selama ini hanya dipresentasikan sebagai garda terdepan dalam urusan agama Islam an sich, sudah harus direinterpretasi kembali, yakni dengan melibatkan semua agama dan keyakinan yang diakui dalam undang-undang. 

Munculnya pemikiran dan praktik bahwa KUA selalu diidentikan dengan urusan agama Islam seperti ini nampaknya terilhami dengan pembatinan terhadap Piagam Jakarta yang meluber, di mana umat Islam harus mendapatkan prevellage secara berlebihan. Padahal sebenarnya tidak demikian seharusnya.

Sudah saatnya kini kita memandang bahwa pemeluk agama lain secara equal bukan menjadi rival sehingga dalam praktik pelayanan kebutuhan beragama pun sudah saatnya untuk difasilitasi dalam kerangka mengimplementasikan Pasal 29 UUD 1945.

Gagasan reposisi KUA ini berkaitan dengan program revitalisasi KUA di Kementerian Agama RI. Reposisi KUA sesungguhnya merupakan bentuk inklusivitas beragama karena di negeri ini tidak diperkenankan bila hanya ada satu agama yang harus mendapatkan perlakuan istimewa. Semua agama yang diakui undang-undang berhak mendapatkan akses dan perlakuan yang sama. 

Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut maka perlu ditawarkan paling tidak ada 4 hal pokok yang harus dipenuhi untuk merealisasikan wacana ini, sehingga berterima oleh publik, yakni: 1) merevisi regulasi untuk mengakomodir kebutuhan agama lain yang dapat diselesaikan melalui KUA, misalnyaperlu ada perubahan UU No 24 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan yang salah satunya terkait pencatatan nikah, terutama Pada Pasal 8 ayat (2) menjelaskan pelaksanaan pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk pada tingkat kecamatan di KUA hanya berlaku bagi penduduk beragama Islam; 2) melakukan sosialisasi secara massif berupa pemberian literasi dan penyebarluasan informasi yang termuat dalam regulasi tersebut, terutama dengan memanfaatkan media sosial; 3) penyiapan fasilitas yang memadai berupa pembangunan gedung besar bersama untuk memberikan pelayanan kepada umat beragama masing-masing yang lokusnya bisa dalam satu gedung perkantoran besar yang menampung seluruh pegawai lintas agama dan bisa juga menjadi satuan terpisah yang berada pada area yang sama; 4) penyediaan sumber daya manusia profesional untuk memberikan pelayanan urusan keagamaan pada agama masing-masing 

Pada akhirnya KUA tidak lagi dikenal sebagai Kantor Urusan Agama tetapi akan menjadi Kantor Urusan Agama-Agama (KUA2) yang sudah melibatkan semua agama. Urusan KUA2 tidak lagi menyangkut perkawinan saja, tetapi lebih luas dari pada itu berkenaan dengan pembangunan rumah ibadah, hak keperdataan anak, harta gono gini, warisan, hibah, wakaf, dll

Bagi warga non muslim yang berada di desa-desa sangat terbantu dengan model reposisi KUA menjadi KUA2 ini untuk mengurus perkawinan. Seharusnya mereka mengeluarkan biaya yang tidak sedikit karena mesti mendatangi kantor catatan sipil yang berada di ibukota kabupaten yang letaknya sangat jauh. Dengan adanya KUA2, maka rentang kendali jarak dan sistem administrasi jauh lebih efektif dan efisien.