JUDI DARING, PELEMAHAN RUPIAH, DAN INSTRUKSI GUSMEN

Novi Rahmilia 29-06-2024 (09:09:58) Berita 401 times
Oleh
Prof. Dr. Husain Insawan, M.Ag
(Rektor IAIN Kendari, Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Syariah)

Apresiasi yang tinggi patut diberikan kepada Menteri Agamas RI Yaqut Cholil Qoumas atau akrab disapa Gusmen atas responnya terhadap Kepres Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Judi Daring dan Hasil Rapat Koordinasi Bersama Kemenko PMK tanggal 25 Juni 2024 tentang upaya pencegahan perjudian daring. Gusmen telah menginstruksikan ke seluruh jajaran Kementerian Agama melalui surat beromor: P-2036/SJ/B.II/1/KP.00/06/2024 untuk melakukan sosialisasi secara massif tentang dampak negatif yang ditimbulkan serta dapat ditindaklanjuti dengan membuat surat edaran pelarangan judi daring.

Secara tegas, Gusmen menginstruksikan menghindari permainan judi daring dan semua bentuk aplikasi terkait dan mensosialisasikan kepada seluruh aparatur Kemenag RI agar tidak terlibat dalam perjudian daring, termasuk kepada masyarakat di sekitarnya. Pelarangan judi daring memilikilandasan yang kuat baik dari perspektif syariah, hukum positif maupun persepktif ekonomi.

Dari perspektif syariah, Alquran menyebutkan bahwa judi dipandang sebagai perbuatan setan yang menyesatkan manusia. Sementara pada perspektif hukum positif, itab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 303 mengklasifikasikan judi sebagai bentuk kejahatan, sementara Pasal 542 KUHP menganggapnya sebagai pelanggaran. Karena bersifat virtual, maka judi online juga dapat dikenai pasal 27 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sementara itu dari Perspektif ekonomi, judi online berpotensi menurunkan produktivitas ekonomi karena tidak memberikan kontribusi kepada masyarakat dan negara. Perputaran uang pada kegiatan perjudian daring tidak tercatat pada transaksi keuangan resmi dan tidak dikenai pajak. Hal ini berbanding terbalik dengan upaya pemerintah yang mendorong kegiatan ekonomi produktif dalam mewujudkan target pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Meluasnya pemanggunaan judi online di Indonesia juga mendapat persepsi negatif dari investor asing. Mereka menyampaikan risiko dan kekhawatirannya dalam menanamkan investasi di Indonesia, sehingga berdampak pada stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS.

Secara psikologis, judi online juga berdampak pada gangguan mental akibat stress yang tinggi. Judi juga berpotensi menganbcam keharmonisan rumah tangga dan mendatangkan konflik sosial antar individu atau antar geng judi. Fenomena ini membawa kita pada kesimpulan bahwa dampak negatif dari judi online dibandingkan dampak positif yang didapatkan.

Kegiatan judi daring saat ini telah menyebar pada hampir seluruh tatanan masyarakat. Upaya Menteri Komunikasi dan Informasi memblokir aplikasi judi daring di antaranya Pop Gaple, Pop Domino, MVP Domino, Pop Poker, Ludo Dream, Pop Big2, Poker Pro.id, Poker Texas Boyaa, dan semacamnya, belum dapat menghentikan seluruh aktifitas perjuadian online. Aplikasi judi baru bermunculan pasca pemblokiran ini, itu menandakan kebijakan ini belum menimbuklkan efek jera bagi para pengelola judi online.

Langkah konkrit yang dilakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sekitar 5000 rekening yang tercatat memiliki transaksi tidak wajar senilai 600 Trilyun Rupiah, telah menggambarkan betapa fantastis peredaran uang pada bisnis gelap ini. Sayangnya negara dan masyarakat tidak menerima manfaat langsung dari kegiatan ekonomi tersebut dan tidak membawa dampak terhadap peningkatan daya beli masyarakat.

Peredaran uang yang tinggi terutama jika para pelaku judi online melakukan transaksi dalam bentuk valuta asing,  dapat memicu peningkatan laju inflasi dan juga berdampak depresiasi rupiah. Instruksi dan tindakan responsif Gusmen dalam melawan perjudian online sesungguhnya merupakan tindakan cemerlang dalam upaya mendorong stabilisasi makroekonomi dan penyelamatan rupiah yang sudah terseok di level terendah Rp. 16.489 per Dolar AS.