Jangan Kokapatuli, di Rumah Saja! (Tagline Social Distancing Lokal Sultra)

Lily Ulfia, SE 28-03-2020 (22:03:04) Opini 8606 times

Penulis
Dr. Aris Try Andreas Putra dan La Hewi, M.Pd
(Dosen IAIN Kendari)
 
Belum genap sebulan adanya kasus covid-19 di Indonesia namun jumlah penderita covid-19 terus meningkat setiap harinya. Penyebarannya juga hampir ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Untuk menekan jumlah penderita covid-19 pemerintah pusat maupun daerah memberikan pendidikan dan penyampaian informasi kepada masyarakat secara massif salah satunya melalui tagline. Beragam tagline dibuat dan diberikan kepada masyarakat untuk memberi kesadaran betapa berbahayanya covid-19 tidak mengenal tua atau muda, pejabat atau rakyat biasa punya potensi untuk menjadi korban keganasan covid-19.

Tagline yang diproduksi apakah oleh orang perorangan atau lembaga pemerintah secara terencana dan terstruktur diberikan kepada masyarakat dalam rangka edukasi dengan penyebarannya melalui media social yang ada. Bahasa tagline menjadi sarana komunikasi efektif yang cepat diingat dan menjadi sesuatu yang viral di tengah masyarakat. Bahasa dalam kajian sosiolinguistik diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbiter, produktif, dinamis dan beragam. Dalam term sederhana bahasa dipahami sebagai alat interaksi dan komunikasi untuk menyampaikan gagasan atau perasaan. Bahasa dalam ide Halliday berfungsi sebagai: a) instrumental, b) regulatoris, c) interaksional, d) personal, e) heuristic, f) imajinatif, g) representasional. Dalam irisannya dengan kasus corona (covid-19), bahasa sudah diarahkan kepada fungsi regulatoris, yakni bahasa digunakan untuk memerintah seseorang atau kelompok orang untuk tunduk kepada informasi yang disampaikan, bukan hanya sekedar memenuhi fungsi instrumental.

Dalam upaya mendukung fungsi regulatoris bahasa, penggunaan tagline dapat menjadi satu alternatif penyampai gagasan. Tagline atau juga dikenal dengan istilah slogan merupakan kalimat pendek yang menarik, unik dan mudah diingat sebagai penyampai informasi. Dalam proses produksi dan soialisasinya, tagline harus dapat berfungsi meningkatkan social awareness atu kesadaran sosial, sehingga masyarakat dapat mengerti, memahami, menganalisa, dan menggunakan informasi dari tagline yang bertalian dengan peristiwa-peristiwa sosial. Tagline dapat dikategorisasikan menjadi: a) Tagline deskriptif, b) Tagline spesifik, c) Tagline superlative, d) Tagline imperative, dan e) Tagline provokatif.

Untuk menstimulasi social awareness dalam kasus corona ini, tagline yang diusung harus bertitik tumpu pada 3 (tiga) kategori, yaitu 1) Tagline superlative yang memiliki unsur-unsur penegasan sehingga lebih provokatif. 2) Tagline imperative yang cenderung akan menggambarkan sebuah aksi, dan 3) Tagline provokatif berisikan ajakan atau tantangan yang menstimulus logika, etika dan estetika.
Dalam upaya melakukan kampanye terhadap penyebaran virus corona atau covid-19 tagline dengan kategori superlative, imperative maupun provokatif dapat kita temukan dengan cepat dan mudah, menjadi status seseorang dan kebanyakan orang. Hal ini menjadi kampanye gratis untuk memberi peringatan kepada masyarakat agar waspada terhadap covid-19.

Bukan hanya pada masa kampanye partai politik atau kampanye para kandidat kepala daerah yang diramaikan dengan perang tagline darat maupun udara. Aroma perang tagline juga menjadi salah satu ikhtiar yang dilakukan saat ini untuk menangkal penyebaran covid-19. Tagline menjadi mantra manjur untuk mendapatkan atensi masyarakat. Tagline yang baik berhasil untuk membangkitkan social awareness/kesadaran social untuk bahu membahu membantu pemerintah pusat dan daerah menyelesaikan, mengurangi dan berupaya menghentikan penyebaran virus korona ini.

Tagline yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, organisasi masyarakat dan para tokoh ataupun orang perorangan misalnya sebagai berikut “Jangko Kapatuli #dirumahsaja”  (Pesan dari masyarakat Buton dan Muna).Anda pilih berkurung dalam rumah 14 hari, atau berkurung di bawah tanah selama-lamanya”. (Pedsan Pemkab Bombana, Prov. Sulawesi Tenggara). “Kalian di rumah saja, atau saya tunggu di sini (dari tukang gali kubur). Dan banyak lagi tagline yang akan muncul di masyarakat selama pasien covid-19 masih ditemukan. Tagline di atas selain berfungsi instrumental juga berfungsi regulatoris, untuk memerintah dan mewajibkan masyarakat untuk mengerti dan taat kepada informasi yang disampaikan. Tagline berfungsi memudahkan pembaca mengerti dan memahami informasi formal yang dimaksud oleh pembuat tagline.

Beragamnya tagline di masyarakat pada dasarnya untuk memberikan informasi dan sosialisasi terhadap imbauan dari pemerintah republic Indonesia tentang Social distancing yang secara harfiah adalah menjaga jarak social, yaitu sebuah praktek dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi peluang penularan penyakit. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan cara menghindari pertemuan dengan melibatkan banyak orang, atau menghindarkan diri dari tempat keramaian/publik. Di Indonesia, istilah social distancing dikenal dengan pembatasan social, telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yaitu pada pasal 59. pembatasan sosial atau social distancing dimaknai sebagai pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi”. Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu. Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi: a. peliburan sekolah dan tempat kerja; b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Adanya tagline 1) Jangko Kapatuli #dirumahsaja# 2) “Anda pilih berkurung dalam rumah 14 hari, atau berkurung di bawah tanah selama-lamanya”, 3) “Jajar Anjam” atau Jaga Jarak Antar-Jamaah saat shalat di masjid. 4) Kalian di rumah saja, atau saya tunggu di sini # tukang gali kubur, adalah instruksi penting dan mendesak untuk wajib dilakukan oleh masyarakat, 5) Kami berjuang di sini untuk kalian, kalian berjuang di rumah untuk kami, kita berjuang sama-sama. Hal ini semua untuk sosialisasi social distancing yang dikeluarkan oleh pemerintah agar covid-19 tidak menyebar secara luas di masyarakat.

Walaupun dalam timbangan yang lain, social distancing menjadi anjuran yang sangat sulit  untuk dilakukan oleh masyarakat secara menyeluruh mengingat social distancing diitari oleh kondisi social, agama, ekonomi dan kondisi lainnya. Namun demikian, ikhtiar ini harus segera dilakukan agar memutus rantai virus corona di negeri bhineka tunggal ika ini. mengimplementasikan social distancing butuh kesepahaman dan kesadaran dari masyarakat sebagai warga Negara yang taat. Praktek social distancing dilakukan oleh Negara gingseng, akibat suksesnya praktek social distancing di Korea Selatan, negara ini tak perlu melakukan lockdown. Dengan praktek social distance yang baik dan teratur, menjadikan perekonomian Korea Selatan tersebut yang cenderung lebih stabil jika dibandingkan negara Italia dan Iran yang juga sebagai Negara yang terpapar virus corona. (*)