Dinamika Pembelajaran “Daring” pada Masa Pandemi Covid 2019

Lily Ulfia, SE 14-12-2020 (12:52:15) Opini 196941 times
 
Oleh: Imelda Wahyuni (peneliti/dosen IAIN Kendari)
 
Pandemi covid 19 menyebar sejak akhir tahun 2019 hingga kini di beberapa wilayah dengan masa berbeda, terhitung 193 negara telah berjuang melawan serangan Covid yang tidak pandang bulu. Wuhan adalah salah satu kota di China sebagai tempat domisili penderita covid yang pertama kali ditemukan sebelum virus ini berstatus pandemi. Berita dan informasi pergerakan penyebaran virus tersebut telah mewarnai berbagai laman media karena jalur sebarannya kian hari semakin massif. Setiap negara yang telah lebih dulu diserang covid 19 menjadi model bagi negara lain dalam melakukan tindakan preventif penyebaran covid 19, meskipun terdapat perbedaan tatanan politik, sosial, budaya, ekonomi dan pendidikan pada setiap negara tersebut. Pemerintah Indonesia telah banyak mengeluarkan kebijakan terkait pencegahan penyebaran Covid 19 yang berdampak pada kondisi internal dan eksternal wilayah pemerintahan Indoneisa. Salah satu keputusan pemerintah yang memberi dampak luas adalah kebijakan pada segmen pendidikan, baik pada komponen praktisi maupun pada komponen regulative dan lingkungan. Kebijakan dari hulu ke hilir tersebut bersinergi dengan kebutuhan dan kepentingan pencegahan penyebaran Covid 19. Dampak ini saling bersinggungan antar segmen dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara.

Kajian ini secara khusus mendeskripsikan dinamika pembelajaran sebagai bagian dari segmen pendidikan selama masa pandemi Covid-19 yang berlangsung di Indonesia dengan mengacuh pada fenomena yang dirangkum melalui pengamatan, wawancara dan studi dokumen terkait pelaksanaan pembelajaran berbasis daring pada jenjang pra sekolah hingga pendidikan tinggi. Penyelenggaraan sistem pendidikan mengalami transformasi dalam berbagai lini kegiatan, termasuk kegiatan pembelajaran yang seluruhnya terpaksa berlangsung secara online. Kajian ini menegaskan bahwa setiap unsur yang terlibat dalam aktivitas pembelajaran mengalami ketidaksiapan terhadap perubahan spontan di masa pandemi Covid-19. 

Pelaksaan sistem pembelajaran pada satuan pendidikan mengalami perubahan bentuk operasional yang digeneralisasi melalui kebijakan pembelajaran dan mengikut pada kebijakan sosial, yaitu instruksi social distancing hingga berujung pada himbauan lockdown. Respon masyarakat terhadap kebijakan tersebut sangat variatif, pada awalnya terbatas pada kondisi sensitisasi, menurut Hebb kondisi ini dapat membuat setiap individu akan lebih responsif terhadap aspek tertentu pada lingkungan. Aspek tersebut adalah perubahan yang dilahirkan oleh pembatasan sosial tersebut. Menilik teori generalisasi dan diskriminasi maka respon tersebut terpetakan secara alami.

Gerakan massif pembatasan sosial terjadi pada komunitas terkecil (keluarga) hingga pada komunitas terbesar (masyarakat). Setiap individu dituntut untuk menyadari eksistensi peran bagi individu lainnyatetap berjalan dengan rel mandiri yang berpegang pada jargon “mulai dari diri untuk keselamatan bersama”. Jargon ini dapat ditemukan di berbagai informasi, baik yang disampaikan melalui lisan maupun tertulis. Penyampaian lisan biasanya pada komunitas kecil dan penyampaian tertulis lebih akrab dikomsumsi oleh komunitas besar melalui media sosial, seperti status pada facebook dan Whatsapp, hastag pada Instagram dan kalimat bijak pada spanduk himbauan. Jargon tersebut beririsan dengan himbauan bekerja dari rumah yang popular dengan istilah Work from Home (WFH) dan dimaknai sebagai representasi gaya bekerja yang aman pada masa pencegahan penyebaran Covid 19.

Social distancing memberi pembatasan ruang dan waktu terhadap segenap kegiatan rutin dalam sistem pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan, mulai pra sekolah, sekolah dasar dan menengah hingga pendidikan tinggi. Banyak hal yang terlihat jelas setelah menyimak perubahan sistem pembelajaran pada setiap jenjang tersebut. Pembelajaran lasimnya berlangsung di ruang kelas dengan jadwal tertentu berubah menjadi pembelajaran di ruang masing-masing dengan waktu yang tidak praktis sesuai jadwal pembelajaran. Inilah yang lahir sebagai dampak dari himbauan pembatasan sosial, selanjutnya menciptakan pembatasan operasional pendidikan. Kondisi ini lebih popular dengan istilah pembelajaran “daring” (pembelajaran dalam jaringan) yang sebelumnya juga sudah sangat familiar dan sering dilakukan, namun sebagai alternatif di antara beberapa bentuk pembelajaran yang lebih efektif.

Pembelajaran “daring” sebagai pilihan tunggal dalam kondisi pencegahan penyebaran covid 19memberi warna khusus pada masa perjuangan melawan virus ini. Bahkan bentuk pembelajaran ini juga dapat dimaknai pembatasan akses pendidikan. Pendidikan yang lumrah berlangsung dengan interaksi langsung antar unsur (pendidik dan tenaga kependidikan dan peserta didik) beralih menjadi pembelajaran interaksi tidak langsung. Pembatasan interaksi langsung dalam pendidikan terkadang terjadi pada situasi tertentu namun tidak dalam rangka pembatasan sosial seperti yang masyarakat jalani sebagai upaya pencegahan penyebaran virus. Pembatasan ini membawa dampak potitif dan negatif dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pembatasan sosial memberi dampak pada kebijakan penyelenggaraan pendidikan, pembelajaran harus diupayakan tetap berlangsung dengan berbagai konsekuensi yang ditimbulkan. Hal ini sangat berpengaruh pada masa adaptasi akibat perubahan mekanisme dan sistem pembelajaran tersebut.

Pertama; dampak positif dapat dimaknai dari kondisi praktisi pendidikan melaksanakan kegiatan akademik dengan bekerja dari rumah(work from home). WFH membuat setiap individu yang melakukan aktivitasnya menjadi lebih mandiri dalam memaksimalkan pemanfaatan teknologi dan informasi. Sebelumnya, tidak semua individu memiliki kebiasaan bekerja berbasis IT, namun kondisi ini membuat mereka bisa lebih terbiasa dan terampil menyelesaikan pekerjaan dengan IT. Betapa tidak, praktisi pendidikan dibenturkan pada kondisi yang memaksa dan mengharuskan mereka menjadi mahir secara instan. Beberapa pengakuan legah praktisi tersebut menunjukkan moment social distancing ini membuahkan hasil peningkatan kreativitas dan kompetensi dalam pelaksanaan tugas masing-masing.

Tenaga pendidik dari semua jenjang usia bisa melebur diri untuk mengenal kemudahan dalam mengajar berbasis IT. Tenaga kependidikan menuntaskan dan merapikan urusan administrasi dengan bantuan IT. Para peserta didik yang pada umumnya adalah generasi milineal semakin bersenyawa dengan kemahiran mereka menyelesaikan kegiatan dan tugas belajar berbasis IT. Hikmah ini menjadi langkah tidak terencana dan di luar dugaan sebagai upaya pengembangan keterampilan dan pengetahuan setiap unsur praktisi pendidikan relevan dengan zaman. Selain dampak positif tersebut, terlihat pula dampak negatif pada keterbatasan praktisi pendidikan dalam tanggap kondisi, kesiapan personal membutuhkan pendampingan bahkan pedoman khusus untuk memahami IT sebagai jalur pilihan dalam bekerja. Celakanya, kemampuan dasar sangat beragam sehingga melahirkan respon yang tidak seragam dan potensial menciptakan kesenjangan pencapaian tujuan atau target pembelajaran. 

Respon pro-kontra terhadap bentuk pembelajaran “daring” ditemukan dalam varian komentar beberapa unsur, yaitu; siswa-mahasiswa, para orang tua dan guru-dosen pada ruang obrolan di berbagai media sosial (facebook Whatsapp dan Instagram). Komentar setiap unsur tersebut memiliki pesan kuat yang mewakili pendapat mereka dalam menyikapi aktivitas belajar berbasis sistem pembelajaran daring selama masa pandemi. Siswa (jenjang pra sekolah hingga jenjang menengah) berekspresi pada tatanan teknis pelaksanaan kegiatan belajar dan penyelesaian tugas pembelajaran beralih seluruhnya terasa menjadi Pekerjaan Rumah (PR) karena seluruh kegiatan belajar dan pembelajaran yang berlangsung lebih lama dan bahkan bisa lebih intens berinteraksi dengan komunitas kecil (keluarga) dalam situasi belajar lebih bermakna.  Selain itu, terungkap pula ekspresi perasaan kejenuhan dan kebosanan yang ditengarai oleh keinginan untuk berinteraksi dengan komunitas belajar di sekolah, di antaranya dituangkan dalam bentuk nyanyian, puisi dan video berdurasi pendek untuk menyampaikan perasaan kerinduan mereka untuk bersua di sekolah kembali.

Mahasiswa sebagai komunitas belajar yang jauh lebih mandiri mengekspresikan pendapat, sikap dan perilaku mereka lebih produktif. Mereka menjalani aktivitas akademik dengan menunjukkan keragaman adaptasi sesuai beberapa faktor yang mempengaruhi ruang belajar dan pembelajaran yang dijalani. Rangkaian perkuliahan  dimediasi melalui berbagai aplikasi berbasis digital, kompetensi mahasiswa secara otomatis mengalami peningkatan dalam kompetensi IT yang lebih mapan karena tuntutan rangkaian aktivitas yang didominasi dengan media digital. Bahkan keterampilan dalam memproduksi dan mentransfer pengetahuan yang dimiliki dalam bentuk karya ilmiah berbasis digital. Bentuk karya tersebut sangat beragam, di antaranya berupa; video pembelajaran berbasis keprodian yang dipublikasikan pada media sosial dengan akun pribadi maupun akun kolektif (komunitas belajar). Gambaran lain menunjukkan bahwa mereka dapat tetap produktif dalam karya tertulis (artikel-sripsi-tesis) meskipun pembimbingan dalam bentuk konsultasi online dengan memanfaatkan berbagai macam media elektronik dan jalur akses komunikasi yang representatif pada masa pandemi.

Kolom obrolan orang tua (siswa dan mahasiswa) juga memberi pesan khusus terkait dinamika dan probelmatika yang dihadapi dalam melakukan pendampingan kegiatan belajar putra-putri mereka di masa Covid 19 ini, terhitung sejak semester genap lalu, seluruh aktivitas pembelajaran mengalami transformasi digital yang pada kenyataannya tidak semua orang tua adalah individu yang familiar dengan IT secara maksimal, sehingga kerapkali komentar orang tua terkait teknis berbasis digital menjadi perbincangan yang kesimpulannya menjadi kendala dalam mewujudkan kelancaran kegiatan belajar dan  pembelajaran untuk mencapai kemahiran tertentu bagi putra-putri mereka.

Pada masa 4 (empat) bulan pertama (Februari-Mei 2020) menjadi masa adaptasi yang terkontaminasi dengan kondisi kesiapan mental dan fisik setiap orang tua yang harus mengisi kegiatan belajar dan pembelajaran dalam keterbatasan. Meskipun kegiatan belajar dan pembelajaran tersebut telah dibantu dengan adanya kebijakan pemerintah melalui tayangan pembelajaran di media televisi yang dikemas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan agar lebih menarik dan memudahkan proses pendampingan siswa (Pra sekolah hingga sekolah menengah) oleh orang tua di rumah masing-masing. Ekspresi lain yang juga ditunjukkan adalah postingan video durasi pendek para orang tua yang sedang mendampingi anak belajar, baik dalam kesan positif maupun yang negatif.

Para tenaga pendidik (guru-dosen) memiliki ruang komunikasi yang juga dimanfaatkan untuk mengekspresikan dan mendeskripsikan kesiapan mereka dalam mengawal program dan sistem penyelenggaraan pendidikan tetap berlangsung pada seluruh jenjang. Komitmen mengajar ditunjukkan dengan aktivitas berbasis digital, mereka melakukan pembelajaran dengan tetap melakukan persiapan, melaksanakan pembelajaran dan menyelesaiakan evaluasi sesuai kondisi pandemi. Komentar terkait kendala interaksi antara tenaga pengajar dan peserta didik mendominasi kolom obrolan dan diselesaikan dengan mengakomodir saran dan kritik tanpa banyak membebani setiap unsur sehingga tetap dapat tercipta kondisi belajar.

Aplikasi pembelajaran digital menjadi ruang belajar baru bagi para tenaga pengajar yang menjadikan mereka lebih maksimal menguasai gaya komunikasi dan interaksi berbasis media. Pengakuan mereka juga dipublikasikan melalui media sosial terkait kerinduan ingin bertemu langsung dengan para peserta didik di ruang pembelajaran. Para tenaga pengajar tetap dalam koridor pencapaian pembelajaran berbasis tiga ranah pendidikan; yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik, kerapkali para peserta didik dibekali dengan penugasan yang mengasah produktivitas mereka untuk tetap berkarya di masa yang berbatas ini.

Respon dan tanggapan beberapa unsur ini mengindikasikan bahwa perubahan itu adalah keniscayaan, setiap individu harus dapat menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan. Perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi ini adalah wujud transformasi tidak terduga dan selanjutnya akan mewarnai perkembangan dinamika pembelajaran pada seluruh jenjang di masa mendatang saat badai Covid 19 telah berlalu. Pada akhirnya, setiap individu akan terbiasa dengan kondisi ini dan bahkan menjadikan momentum pandemi ini sebagai titik permulaan untuk membudayakan kebiasaan baru dan bernilai positif dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. Bentuk pendidikan di lingkungan keluarga lebih bermakna dari kondisi bermakna sebelumnya karena setiap anggota inti keluarga dapat memediasi kebutuhan belajar dan interaksi personal, intrapersonal dan interpersonal lebih terwujud dalam suasana pendidikan keluarga.

Kondisi pembelajaran pada masa pandemi harus dapat dimanfaatkan dengan perubahan pola berpikir, pola belajar, pola inteksi ilmiah yang lebih bermakna sehingga kekakuan dalam menyikapi masa Covid 19 dapat dimaksimalkan dengan produktivitas yang mencirikan kebermaknaan. Perasaan pobia diminimalisir dengan optimis bahwa seluruh aktivitas tetap berlangsung dengan protokol kesehatan tatanan baru (new normal), khususnya dalam segmen penyelenggaraan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah hingga pendidikan tinggi. Setiap individu harus tanggap terhadap keterbatasan di masa pandemi untuk tetap produktif dalam bidangnya dan memaknai kondisi pandemi ini sebagai bagian dari perubahan yang tetap harus mengedepankan sikap dan prilaku representatif pada tatanan baru untuk menciptakan ruang belajar bervariasi. Pada akhirnya, kajian ini menegaskan bahwa setiap perubahan dalam sistem pembelajaran dapat mendesain kondisi baru dan memiliki distingsi dengan kondisi sebelum dan yang akan datang maka setiap unsur terkait harus dapat menyesuaiakan dengan perubahan tersebut untuk mewujudkan keberhasilan pembelajaran secara komprehensif.