Dihadiri Jokowi, Rektor IAIN Kendari Jadi Pembicara di Forum Titik Temu

Lily Ulfia, SE 19-09-2019 (13:17:46) Berita 3051 times
Jakarta - Rektor IAIN Kendari Prof. Dr. Faizah Binti Awad, M.Pd menghadiri undangan Forum Titik Temu yang diselenggarakan oleh Nurcholish Majid Society, Gusdurian serta Ma’arif Institut di Balroom Makara Hotel Double Tree pada Rabu (18/9). Kegiatan ini mengusung tema “Kerja Sama Multikultural Untuk Persatuan dan Kedilan”. Sesuai dengan namanya Forum Titik Temu, di forum ini mempertemukan para pemuka litas agama, ras, serta akademisi.
 
Forum dibuka oleh Presiden RI Ir. H. Joko Widodo. Dalam sambutannya Presiden menuturkan bahwa Indonesia merupakan negara yang majemuk sejak “lahir” namun hendaknya kemajemukan ini didukung dengan pemikiran terbuka masyarakat mengenai perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang makin pesat. Hal lain disampaikan Presiden adalah kedepannya keberhasilan masyarakat akan sangat ditentukan derajat penerimaan kemajemukan, semakin menerima semakin banyak orang yang datang ke negara tersebut.
 
Rektor IAIN Kendari hadir sebagai salah satu pembicara tokoh perubahan. Dalam pemaparannya dia menjelaskan bahwa kerjasama multikultural membutuhkan pendidikan multikultur yang mengedepankan penghapusan prasangka buruk terhadap kultur lain.

"Dalam menyikapi kompetisi kerja sifatnya saling berlomba-lomba untuk mencapai hasil yang baik, kita harus tetap menjaga persatuan meskipun memiliki kultur yang berbeda-beda”.
 
Konsep pendidikan multikultur lanjut Faizah bukan menghilangkan identitas suku, daerah namun membentuk kosep kerja yang berwawasan kebangsaan dan persatuan, saling menghormati dan menjunjung tinggi budaya daerah sehingga dapat menyatu menjadi budaya nasional. Dia juga mengatakan bahwa Indonesia sangat beruntung karena pendiri bangsa ini telah mewariskan dua pedoman yang bisa menyatukan kemajemukan di masyarakat, yakni “Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika”.
 
Indonesia pasca-21 tahun reformasi masih memiliki pekerjaan rumah sangat besar. Sebagai sebuah bangsa yang plural, kita nampak begitu rentan saat ini. Fragmentasi sosial kelihatan semakin memburuk. Kohesivitas sosial dan ikatan kekerabatan tidak teruji manakala berhadapan dengan perbedaan pandangan politik dan keyakinan keagamaan. Masyarakat di akar rumput sibuk mencari kelemahan dan keburukan yang lain, sementara para elit politik begitu masygulmem buru jabatan dan posisi di lembaga pemerintahan.

Tentu ini bukan hendak menunjukan pesimisme kala menghadapi ironi bangsa saat ini, melainkan tantangan bagi anak-anak terbaik bangsa ini untuk mencari jalan keluar bagi saudara-saudara sebangsa agar optimis memandang masa depan bersama.
 
Omi Komariah selaku Ketua DPP Nurcholis Majid Society mengatakan pentingnya mengembangkan toleransi untuk merajut kemerdekaan Indonesia yang adil dan demokratis. “Toleransi adalah kunci untu keluar dari persekusi dan intoleransi. Tugas pemerintah sipil memberi perlakuan dan hak yang setara kepada setiap warga negara”, ujarnya.
 
Selain itu Prof. Dr. H. Muhammad Quraish Shihab, MA. Selaku pembicara kunci menambahkan sebelum berakhirya acara Forum Titik Temu mengatakan, dalam konteks membumikan nilai-nilai kebaikan, peranan penguasa dapat lebih besar daripada penganjur agama, karena penguasa memiliki wewenang dan kekuatan, sedangkan penganjur agama hanya memiliki lidah atau pena untuk menegur. (AS)